Selasa, 28 Desember 2010

APA HUKUM MENIKAH DENGAN LELAKI YANG DI OPERASI MENJADI WANITA.??

Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma
berkata:
“ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai
laki-laki. ” (HR. Al-Bukhari
no. 5885, 6834)
Ath-Thabari rahimahullah
memaknai sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas dengan
ucapan: “Tidak boleh
laki-laki menyerupai
wanita dalam hal pakaian
dan perhiasan yang
khusus bagi wanita. Dan
tidak boleh pula
sebaliknya (wanita
menyerupai laki-laki).”
Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah
menambahkan:
“ Demikian pula meniru
cara bicara dan berjalan.
Adapun dalam
penampilan/ bentuk
pakaian maka ini
berbeda-beda dengan
adanya perbedaan adat
kebiasaan pada setiap
negeri. Karena terkadang
suatu kaum tidak
membedakan model
pakaian laki-laki dengan
model pakaian wanita
(sama saja), akan tetapi
untuk wanita ditambah
dengan hijab. Pencelaan
terhadap laki-laki atau
wanita yang menyerupai
lawan jenisnya dalam
berbicara dan berjalan
ini, khusus bagi yang
sengaja. Sementara bila
hal itu merupakan asal
penciptaannya maka ia
diperintahkan untuk
memaksa dirinya agar
meninggalkan hal
tersebut secara
berangsur-angsur. Bila
hal ini tidak ia lakukan
bahkan ia terus
tasyabbuh dengan lawan
jenis, maka ia masuk
dalam celaan, terlebih
lagi bila tampak pada
dirinya perkara yang
menunjukkan ia ridla
dengan keadaannya yang
demikian. ” Al-Hafidz
rahimahullah
mengomentari pendapat
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah yang
menyatakan mukhannats
yang memang tabiat/ asal
penciptaannya demikian,
maka celaan tidak
ditujukan terhadapnya,
maka kata Al-Hafidz
rahimahullah, hal ini
ditujukan kepada
mukhannats yang tidak
mampu lagi
meninggalkan sikap
kewanita-wanitaannya
dalam berjalan dan
berbicara setelah ia
berusaha menyembuhkan
kelainannya tersebut dan
berupaya
meninggalkannya. Namun
bila memungkinkan
baginya untuk
meninggalkan sifat
tersebut walaupun secara
berangsur-angsur, tapi ia
memang enggan untuk
meninggalkannya tanpa
ada udzur, maka ia
terkena celaan.” (Fathul
Bari, 10/345)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah memang
menyatakan: “Ulama
berkata, mukhannats itu
ada dua macam.
Pertama: hal itu memang
sifat asal/ pembawaannya
bukan ia bersengaja lagi
memberat-beratkan
dirinya untuk bertabiat
dengan tabiat wanita,
bersengaja memakai
pakaian wanita,
berbicara seperti wanita
serta melakukan gerak-
gerik wanita. Namun hal
itu merupakan
pembawaannya yang
Allah Subhanahu wa
Ta ’ala memang
menciptakannya seperti
itu. Mukhannats yang
seperti ini tidaklah dicela
dan dicerca bahkan tidak
ada dosa serta hukuman
baginya karena ia diberi
udzur disebabkan hal itu
bukan kesengajaannya.
Karena itulah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada awalnya
tidak mengingkari
masuknya mukhannats
menemui para wanita
dan tidak pula
mengingkari sifatnya
yang memang asal
penciptaan/
pembawaannya demikian.
Yang beliau ingkari
setelah itu hanyalah
karena mukhannats ini
ternyata mengetahui
sifat-sifat wanita
(gambaran lekuk-lekuk
tubuh wanita) dan beliau
tidak mengingkari sifat
pembawaannya serta
keberadaannya sebagai
mukhannats.
Kedua: mukhannats yang
sifat kewanita-
wanitaannya bukan asal
penciptaannya bahkan ia
menjadikan dirinya
seperti wanita, mengikuti
gerak-gerik dan
penampilan wanita
seperti berbicara seperti
mereka dan berpakaian
dengan pakaian mereka.
Mukhannats seperti
inilah yang tercela di
mana disebutkan laknat
terhadap mereka di
dalam hadits-hadits yang
shahih.
Adapun mukhannats jenis
pertama tidaklah
terlaknat karena
seandainya ia terlaknat
niscaya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak
membiarkannya pada kali
yang pertama, wallahu
a ’lam.” (Syarah Shahih
Muslim, 14/164)
Namun seperti yang
dikatakan Al-Hafidz
rahimahullah,
mukhannats jenis
pertama tidaklah masuk
dalam celaan dan laknat,
apabila ia telah berusaha
meninggalkan sifat
kewanita-wanitaannya
dan tidak menyengaja
untuk terus membiarkan
sifat itu ada pada dirinya.
Dalam Sunan Abu Dawud
dibawakan hadits dari
Abu Hurairah radhiallahu
‘ anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang
memakai pakaian wanita
dan wanita yang
memakai pakaian laki-
laki. ” (HR. Abu Dawud no.
3575. Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah berkata:
Hadits ini hasan dengan
syarat Muslim).
Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah dalam kitab
Al-Jami’ush Shahih (3/92)
menempatkan hadits ini
dalam kitab An-Nikah
wath Thalaq, bab
Tahrimu Tasyabbuhin
Nisa ’ bir Rijal (Haramnya
Wanita Menyerupai Laki-
Laki), dan beliau
membawakannya kembali
dalam kitab Al-Libas, bab
Tahrimu Tasyabbuhir Rijal
bin Nisa ’ wa Tasyabbuhin
Nisa’ bir Rijal (Haramnya
Laki-Laki Menyerupai
Wanita dan Wanita
Menyerupai Laki-Laki)
(4/314).
Dalam masalah laki-laki
menyerupai wanita ini,
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah
mengatakan: “Allah
Subhanahu wa Ta’ala
menciptakan laki-laki dan
perempuan di mana
masing-masingnya Dia
berikan keistimewaan.
Laki-laki berbeda dengan
wanita dalam penciptaan,
watak, kekuatan, agama
dan selainnya. Wanita
demikian pula berbeda
dengan laki-laki. Siapa
yang berusaha
menjadikan laki-laki
seperti wanita atau
wanita seperti laki-laki,
berarti ia telah
menentang Allah dalam
qudrah dan syariat-Nya,
karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala memiliki
hikmah dalam apa yang
diciptakan dan
disyariatkan-Nya. Karena
inilah terdapat nash-nash
yang berisi ancaman
keras berupa laknat,
yang berarti diusir dan
dijauhkan dari rahmat
Allah, bagi laki-laki yang
menyerupai (tasyabbuh)
dengan wanita atau
wanita yang tasyabbuh
dengan laki-laki. Maka
siapa di antara laki-laki
yang tasyabbuh dengan
wanita, berarti ia
terlaknat melalui lisan
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Demikian pula
sebaliknya ….” (Syarah
Riyadhish Shalihin, 4/288)
08 September jam 19:39 · Suka ·
Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Dan hikmah
dilaknatnya laki-laki yang
tasyabbuh dengan wanita
dan sebaliknya, wanita
tasyabbuh dengan laki-
laki, adalah karena
mereka keluar/
menyimpang dari sifat
yang telah Allah
Subhanahu wa Ta ’ala
tetapkan untuk mereka.
(Fathul Bari, 10/345-346)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah berkata:
“ Apabila seorang laki-laki
tasyabbuh dengan wanita
dalam berpakaian,
terlebih lagi bila pakaian
itu diharamkan seperti
sutera dan emas, atau ia
tasyabbuh dengan wanita
dalam berbicara sehingga
ia berbicara bukan
dengan gaya/ cara
seorang lelaki (bahkan)
seakan-akan yang
berbicara adalah seorang
wanita, atau ia tasyabbuh
dengan wanita dalam
cara berjalannya atau
perkara lainnya yang
merupakan kekhususan
wanita, maka laki-laki
seperti ini terlaknat
melalui lisan makhluk
termulia (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam, pen.). Dan kita
pun melaknat orang yang
dilaknat oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (Syarah
Riyadhish Shalihin, 4/288)
Perbuatan menyerupai
lawan jenis secara
sengaja haram hukumnya
dengan kesepakatan
yang ada (Fathul Bari,
9/406) dan termasuk dosa
besar, karena Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu dan
selainnya mengatakan:
“ Dosa besar adalah
semua perbuatan maksiat
yang ditetapkan hukum
had-nya di dunia atau
diberikan ancaman di
akhirat. ” Syaikhul Islam
menambahkan: “Atau
disebutkan ancaman
berupa ditiadakannya
keimanan (bagi
pelakunya), laknat9, atau
semisalnya. ” (Mukhtashar
Kitab Al-Kabair, Al-Imam
Adz-Dzahabi, hal. 7)
Al-Imam Adz-Dzahabi
rahimahullahu
memasukkan perbuatan
ini sebagai salah satu
perbuatan dosa besar
dalam kitab beliau yang
masyhur Al-Kabair, hal.
145.
Adapun sanksi/hukuman
yang diberikan kepada
pelaku perbuatan ini
adalah sebagaimana
disebutkan dalam hadits
berikut:
“ Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melaknat laki-
laki yang menyerupai
wanita (mukhannats) dan
wanita yang menyerupai
laki-laki (mutarajjilah10).
Dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda: “Keluarkan
mereka (usir) dari rumah-
rumah kalian ”. Ibnu
Abbas berkata: “Maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pun
mengeluarkan Fulan
(seorang mukhannats)
dan Umar mengeluarkan
Fulanah (seorang
mutarajjilah). ” (HR. Al-
Bukhari no. 5886)
Hadits ini menunjukkan
disyariatkannya mengusir
setiap orang yang akan
menimbulkan gangguan
terhadap manusia dari
tempatnya sampai dia
mau kembali dengan
meninggalkan perbuatan
tersebut atau mau
bertaubat. (Fathul Bari,
10/347)
Mereka harus diusir dari
rumah-rumah dan daerah
kalian, kata Al-Qari.
(‘ Aunul Ma’bud, 13/189)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu
menyatakan: Ulama
berkata: “Dikeluarkan
dan diusirnya
mukhannats ada tiga
makna:
Salah satunya,
sebagaimana tersebut
dalam hadits yaitu
mukhannats ini disangka
termasuk laki-laki yang
tidak punya syahwat
terhadap wanita tapi
ternyata ia punya
syahwat namun
menyembunyikannya.
Kedua: ia
menggambarkan wanita,
keindahan-keindahan
mereka dan aurat
mereka di hadapan laki-
laki sementara Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah melarang
seorang wanita
menggambarkan
keindahan wanita lain di
hadapan suaminya, lalu
bagaimana bila hal itu
dilakukan seorang lelaki
di hadapan lelaki?
Ketiga: tampak bagi
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wa sallam dari
mukhannats ini bahwa
dia mencermati
(memperhatikan dengan
seksama) tubuh dan
aurat wanita dengan apa
yang tidak dicermati oleh
kebanyakan wanita.
Terlebih lagi disebutkan
dalam hadits selain
riwayat Muslim bahwa si
mukhannats ini
mensifatkan/
menggambarkan wanita
dengan detail sampai-
sampai ia
menggambarkan
kemaluan wanita dan
sekitarnya, wallahu
a’lam.” (Syarah Shahih
Muslim, 14/164)
Bila penyerupaan
tersebut belum sampai
pada tingkatan
perbuatan keji yang
besar seperti si
mukhannats berbuat
mesum (liwath/homoseks)
dengan sesama lelaki
sehingga lelaki itu
‘ mendatanginya’ pada
duburnya atau si
mutarajjilah berbuat
mesum (lesbi) dengan
sesama wanita sehingga
keduanya saling
menggosokkan
kemaluannya, maka
mereka hanya
mendapatkan laknat dan
diusir seperti yang
tersebut dalam hadits di
atas. Namun bila sampai
pada tingkatan demikian,
mereka tidak hanya
pantas mendapatkan
laknat tapi juga hukuman
yang setimpal11.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk
mengeluarkan
mukhannats dari rumah-
rumah kaum muslimin
agar perbuatan
tasyabbuhnya (dengan
wanita) itu tidak
mengantarkannya untuk
melakukan perbuatan
yang mungkar tersebut
(melakukan homoseks)12.
Demikian dikatakan Ibnu
At-Tin rahimahullahu
seperti dinukil Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullahu (Fathul
Bari, 10/345).
jadi nikahnya tak sah,
antara laki2 dengan laki2
yang merubah
kelaminnya. wallohu'alam

Senin, 27 Desember 2010

KAPAN SEORANG MUSLIMAH DI WAJIBKAN MEMAKAI JILBAB.??

memakai jilbab apa harus
nunggu sampai hati
mantap? Saya sarankan
teman anda segera
memakainya. Alasannya,
ya karena jilbab itu wajib.
Dan teman anda sudah
yakin bahwa jilbab itu
wajib. Pelaksanaan suatu
(perintah) kew...ajiban
itu hubungannya dengan
mampu atau tidak.
Maksudnya, kalau kita
mampu ya harus
dilakukan. Tidak perlu
nunggu suasana hati,
sampai benar-benar
ikhlas/rela.
Secara logis bisa
disederhanakan begini:
Memakai jilbab dengan
ikhlas, maka akan
mendapat pahala
sekaligus terhindar dari
dosa.
Memakai saja tanpa hati
ikhlas, maka telah
terhindar dari dosa,
pahalanya belum.
Tidak memakainya, maka
mendapat dosa.
Nah, sekarang ya
dipaksa-paksakan sedikit
lah. Agar teman Anda
terhindar dari dosa.
Menurut Yusuf
Qaradhawi, di kalangan
ulama sudah ada
kesepakatan tentang
masalah aurat wanita
yang boleh ditampakkan.
Ketika membahas makna
Dan janganlah mereka
menampakkan
perhiasannya kecuali apa
yang biasa tampak
daripadanya(QS 24:31),
menurut Qaradhawi, para
ulama sudah sepakat
bahwa yang dimaksudkan
itu adalah muka dan
telapak tangan.
Imam Nawawi dalam al-
Majmu, menyatakan,
bahwa aurat wanita
adalah seluruh tubuhnya
kecuali wajah dan
telapak tangannya.
Diantara ulama mazhab
Syafii ada yang
berpendapat, telapak
kaki bukan aurat. Imam
Ahmad menyatakan,
aurat wanita adalah
seluruh tubuhnya kecuali
wajahnya saja.
Diantara ulama mazhab
Maliki ada yang
berpendapat, bahwa
wanita cantik wajib
menutup wajahnya,
sedangkan yang tidak
cantik hanya mustahab.
Qaradhawi menyatakan --
bahwa aurat wanita
adalah seluruh tubuh
kecuali wajah dan
telapak tangan adalah
pendapat Jamaah sahabat
dan tabi sebagaimana
yang tampak jelas pada
penafsiran mereka
terhadap ayat: apa yang
biasa tampak
daripadanya. (Dikutip
dari buku Fatwa-Fatwa
Kontemporer (, karya Dr.
Yusuf Qaradhawi, ).
Pendapat semacam ini
bukan hanya ada di
kalangan sunni. Di
kalangan ulama Syiah
juga ada kesimpulan,
bahwa apa yang biasa
tampak daripadanya
ialah wajah dan telapak
tangan dan perhiasan
yang ada di bagian wajah
dan telapak tangan.
Murtadha Muthahhari
menyimpulkan, dari sini
cukup jelas bahwa
menutup wajah dan dua
telapak tangan tidaklah
wajib bagi wanita,
bahkan tidak ada
larangan untuk
menampakkan perhiasan
yang terdapat pada
wajah dan dua telapak
tangan yang memang
sudah biasa dikenal,
seperti celak dan kutek
yang tidak pernah lepas
dari wanita (Lihat,
Murtadha Muthahhari,
Wanita dan Hijab .
Bahkan, dalam buku
Wawasan Al-Quran,
Quraish Shihab sendiri
sudah mengungkapkan,
bahwa para ulama besar,
seperti Said bin Jubair,
Atha, dan al-Auza
berpendapat bahwa yang
boleh dilihat hanya wajah
wanita, kedua telapak
tangan, dan busana yang
dipakainya. (hal. 175-176).
13 September jam 14:57 ·
Suka · Hapus
Ayun Sri Rezkiana
SubhanaALLAH.. makasih
pak :) baiklah.. sy akan
menyampaikan amanah
daari bapak ini ke teman
saya.. :)
tapi pak, dia sebenarnya
sdh pernah pakai jilbab,
tapi dia sudah
melepasnya. Jadi
bagaimana ? sebesar apa
dosa yang ditanggung
nya ?
makasihh sebelumnya :)
13 September jam 14:57 ·
Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam ari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, beliau
berkata bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
"Ada dua golongan dari
penduduk neraka yang
belum pernah aku lihat:
[1] Suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti
ekor sapi untuk memukul
manusia dan [2] para
wanita yang berpakaian
tapi telanjang,
berlenggak-lenggok,
kepala mereka seperti
punuk unta yang miring.
Wanita seperti itu tidak
akan masuk surga dan
tidak akan mencium
baunya, walaupun baunya
tercium selama
perjalanan sekian dan
sekian." (HR. Muslim no.
2128)
An Nawawi dalam Syarh
Muslim ketika
menjelaskan hadits di
atas mengatakan bahwa
ada beberapa makna
kasiyatun ariyatun.
Makna pertama: wanita
yang mendapat nikmat
Allah, namun enggan
bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita
yang mengenakan
pakaian, namun kosong
dari amalan kebaikan dan
tidak mau
mengutamakan
akhiratnya serta enggan
melakukan ketaatan
kepada Allah.
Makna ketiga: wanita
yang menyingkap
sebagian anggota
tubuhnya, sengaja
menampakkan keindahan
tubuhnya. Inilah yang
dimaksud wanita yang
berpakaian tetapi
telanjang.
Makna keempat: wanita
yang memakai pakaian
tipis sehingga nampak
bagian dalam tubuhnya.
Wanita tersebut
berpakaian, namun
sebenarnya telanjang.
(Lihat Syarh Muslim,
9/240)
Pengertian yang
disampaikan An Nawawi
di atas, ada yang
bermakna konkrit dan
ada yang bermakna
maknawi (abstrak).
Begitu pula dijelaskan
oleh ulama lainnya
sebagai berikut.
Ibnu Abdil Barr
rahimahullah
mengatakan, "Makna
kasiyatun ariyatun adalah
para wanita yang
memakai pakaian yang
tipis yang
menggambarkan bentuk
tubuhnya, pakaian
tersebut belum menutupi
(anggota tubuh yang
wajib ditutupi dengan
sempurna). Mereka
memang berpakaian,
namun pada hakikatnya
mereka
telanjang." (Jilbab Al
Marah Muslimah, 125-126)
Al Munawi dalam Faidul
Qodir mengatakan
mengenai makna
kasiyatun ariyatun,
"Senyatanya memang
wanita tersebut
berpakaian, namun
sebenarnya dia telanjang.
Karena wanita tersebut
mengenakan pakaian
yang tipis sehingga dapat
menampakkan kulitnya.
Makna lainnya adalah dia
menampakkan
perhiasannya, namun
tidak mau mengenakan
pakaian takwa. Makna
lainnya adalah dia
mendapatkan nikmat,
namun enggan untuk
bersyukur pada Allah.
Makna lainnya lagi
adalah dia berpakaian,
namun kosong dari
amalan kebaikan. Makna
lainnya lagi adalah dia
menutup sebagian
badannya, namun dia
membuka sebagian
anggota tubuhnya (yang
wajib ditutupi) untuk
menampakkan keindahan
dirinya." (Faidul Qodir,
4/275)
Lihatlah ancaman Nabi
shallallahu alaihi wa
sallam. Memakaian
pakaian tetapi
sebenarnya telanjang,
dikatakan oleh beliau
shallallahu alaihi wa
sallam, "wanita seperti
itu tidak akan masuk
surga dan tidak akan
mencium baunya,
walaupun baunya tercium
selama perjalanan sekian
dan sekian."
Perhatikanlah saudariku,
ancaman ini bukanlah
ancaman biasa. Perkara
ini bukan perkara sepele.
Dosanya bukan hanya
dosa kecil. Lihatlah
ancaman Nabi shallallahu
alaihi wa sallam di atas.
Wanita seperti ini
dikatakan tidak akan
masuk surga dan bau
surga saja tidak akan
dicium. Tidakkah kita
takut dengan ancaman
seperti ini?
An Nawawi rahimahullah
menjelaskan maksud
sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam: wanita
tersebut tidak akan
masuk surga. Inti dari
penjelasan beliau
rahimahullah:
Jika wanita tersebut
menghalalkan perbuatan
ini yang sebenarnya
haram dan dia pun sudah
mengetahui keharaman
hal ini, namun masih
menganggap halal untuk
membuka anggota
tubuhnya yang wajib
ditutup (atau
menghalalkan memakai
pakaian yang tipis), maka
wanita seperti ini kafir,
kekal dalam neraka dan
dia tidak akan masuk
surga selamanya.
Dapat kita maknakan
juga bahwa wanita
seperti ini tidak akan
masuk surga untuk
pertama kalinya. Jika
memang dia ahlu tauhid,
dia nantinya juga akan
masuk surga. Wallahu
Taala alam. (Lihat Syarh
Muslim, 9/240)

BOLEHKAH BERPACARAN.??

Allah swt menjadikan
bahwa kaum laki-laki
membutuhkan
keberadaan kaum wanita
didalam kehidupannya
dan memberikan didalam
diri kaum laki-laki
kecenderungan kepada
kaum wanita begitu pula
sebaliknya.
Hal demikian bisa dilihat
dari ayat-ayat Allah swt
yang meminta setiap laki-
laki maupun perempuan
untuk menjaga
pandangannya dari
melihat aurat atau
sesuatu yang bisa
mengundang fitnah dari
diri lawan jenisnya.
Firman Allah swt ::
“ Katakanlah kepada
orang laki-laki yang
beriman: "Hendaklah
mereka menahan
pandanganya, dan
memelihara
kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang
mereka perbuat".
Katakanlah kepada
wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka
menahan
pandangannya. ” (QS. An
Nuur : 30 – 31)
Tak syak lagi bahwa
adanya kecenderungan
atau perasaan suka
kepada lawan jenis ini
menjadikan kehidupan di
dunia ini terus
berlangsung hingga
bergenerasi dan berabad-
abad lamanya hingga
waktu yang telah Allah
tentukan.
Namun demikian islam
tidaklah melepaskan
kecenderungan, perasaan
suka kepada lawan
jenisnya dan cara
berhubungan diantara
mereka begitu saja
sekehendak mereka.
Islam memberikan
batasan dalam hubungan
antara seorang laki-laki
dengan perempuan yang
bukan mahramnya demi
mencegah terjadinya
kemudharatan diantara
mereka.
Islam tidak membolehkan
menumpahkan perasaan
suka diantara laki-laki
dan perempuan yang
bukan mahramnya atau
sebaliknya dengan cara
berpacaran dikarenakan
hal itu memberikan
peluang kepada setan
untuk membisikkan
kalimat-kalimat kotornya
kedalam diri mereka
yang kemudian bisa
membuka pintu-pintu
perzinahan. Firman Allah
swt :
Artinya : “Dan janganlah
kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan
yang keji. dan suatu jalan
yang buruk. ” (QS. Al
Israa : 32)
Pintu-pintu zina yang
tidak jarang muncul dari
perbuatan ini (baca :
pacaran) adalah
memandang lawan jenis
yang bukan mahramnya
dan tidak jarang disertai
dengan syahwat diantara
mereka berdua, saling
bersentuhan kulit bahkan
tidak jarang berakhir
dengan perzinahan.
tentang memandang
yang dilarang ini yaitu :
“ Memandang
(berpandangan) lalu
tersenyum, lantas
mengucapkan salam, lalu
bercakap-cakap,
kemudian berjanji dan
akhirnya bertemu. ”
15 September jam 15:44 ·
Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Dalam Islam,
hubungan antara pria dan
wanita dibagi menjadi
dua, yaitu hubungan
mahram dan hubungan
nonmahram. Hubungan
mahram adalah seperti
yang disebutkan dalam
Surah An-Nisa 23, yaitu
mahram seorang laki-laki
(atau wanita yang tidak
boleh dikawin oleh laki-
laki) adalah ibu
(termasuk nenek),
saudara perempuan (baik
sekandung ataupun
sebapak), bibi (dari bapak
ataupun ibu), keponakan
(dari saudara sekandung
atau sebapak), anak
perempuan (baik itu asli
ataupun tiri dan
termasuk di dalamnya
cucu), ibu susu, saudara
sesusuan, ibu mertua, dan
menantu perempuan.
Maka, yang tidak
termasuk mahram adalah
sepupu, istri paman, dan
semua wanita yang tidak
disebutkan dalam ayat di
atas.
Uturan untuk mahram
sudah jelas, yaitu seorang
laki-laki boleh
berkhalwat (berdua-
duaan) dengan
mahramnya, semisal
bapak dengan putrinya,
kakak laki-laki dengan
adiknya yang perempuan,
dan seterusnya. Demikian
pula, dibolehkan bagi
mahramnya untuk tidak
berhijab di mana seorang
laki-laki boleh melihat
langsung perempuan
yang terhitung
mahramnya tanpa hijab
ataupun tanpa jilbab
(tetapi bukan auratnya),
semisal bapak melihat
rambut putrinya, atau
seorang kakak laki-laki
melihat wajah adiknya
yang perempuan. Aturan
yang lain yaitu
perempuan boleh
berpergian jauh/safar
lebih dari tiga hari jika
ditemani oleh laki-laki
yang terhitung
mahramnya, misalnya
kakak laki-laki
mengantar adiknya yang
perempuan tour keliling
dunia. Aturan yang lain
bahwa seorang laki-laki
boleh menjadi wali bagi
perempuan yang
terhitung mahramnya,
semisal seorang laki-laki
yang menjadi wali bagi
bibinya dalam
pernikahan.
Hubungan yang kedua
adalah hubungan
nonmahram, yaitu
larangan berkhalwat
(berdua-duaan), larangan
melihat langsung, dan
kewajiban berhijab di
samping berjilbab, tidak
bisa berpergian lebih dari
tiga hari dan tidak bisa
menjadi walinya. Ada
pula aturan yang lain,
yaitu jika ingin berbicara
dengan nonmahram,
maka seorang perempuan
harus didampingi oleh
mahram aslinya.
Misalnya, seorang siswi
SMU yang ingin berbicara
dengan temannya yang
laki-laki harus ditemani
oleh bapaknya atau
kakaknya. Dengan
demikian, hubungan
nonmahram yang
melanggar aturan di atas
adalah haram dalam
Islam. Perhatikan dan
renungkanlah uraian
berikut ini.
Firman Allah SWT yang
artinya, “Dan janganlah
kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan
yang buruk. ” (Al-Isra: 32).
“Katakanlah kepada
orang-orang mukmin laki-
laki: ‘Hendaklah mereka
itu menundukkan
sebahagian
pandangannya dan
menjaga kemaluannya
… .’ Dan katakanlah
kepada orang-orang
mukmin perempuan:
‘ Hendaknya mereka itu
menundukkan sebahagian
pandangannya dan
menjaga kemaluannya
…’ .”
(An-Nur: 30–31).
Menundukkan pandangan
yaitu menjaga
pandangan, tidak dilepas
begitu saja tanpa kendali
sehingga dapat menelan
merasakan kelezatan
atas birahinya kepada
lawan jenisnya yang
beraksi. Pandangan dapat
dikatakan terpelihara
apabila secara tidak
sengaja melihat lawan
jenis kemudian menahan
untuk tidak berusaha
melihat mengulangi
melihat lagi atau
mengamat-amati
kecantikannya atau
kegantengannya.
Dari Jarir bin Abdullah, ia
berkata, “Saya bertanya
kepada Rasulullah saw.
tentang melihat dengan
mendadak. Maka jawab
Nabi, ‘Palingkanlah
pandanganmu itu!” (HR
Muslim, Abu Daud,
Ahmad, dan Tirmizi).
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw.
telah bersabda yang
artinya, “Kedua mata itu
bisa melakukan zina,
kedua tangan itu (bisa)
melakukan zina, kedua
kaki itu (bisa) melakukan
zina. Dan kesemuanya itu
akan dibenarkan atau
diingkari oleh alat
kelamin. ” (Hadis sahih
diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim
dari Ibn Abbas dan Abu
Hurairah).
“ Tercatat atas anak
Adam nasibnya dari
perzinaan dan dia pasti
mengalaminya. Kedua
mata zinanya melihat,
kedua teling zinanya
mendengar, lidah zinanya
bicara, tangan zinanya
memaksa (memegang
dengan keras), kaki
zinanya melangkah
(berjalan) dan hati yang
berhazrat dan berharap.
Semua itu dibenarkan
(direalisasi) oleh kelamin
atau digagalkannya. ” (HR
Bukhari).
Rasulullah saw. berpesan
kepada Ali r.a. yang
artinya, “Hai Ali, Jangan
sampai pandangan yang
satu mengikuti
pandangan lainnya! Kamu
hanya boleh pada
pandangan pertama,
adapun berikutnya tidak
boleh.” (HR Ahmad, Abu
Daud, dan Tirmidzi).
Al-Hakim meriwayatkan,
“ Hati-hatilah kamu dari
bicara-bicara dengan
wanita, sebab tiada
seorang laki-laki yang
sendirian dengan wanita
yang tidak ada
mahramnya melainkan
ingin berzina padanya.”
Yang terendah adalah
zina hati dengan
bernikmat-nikmat karena
getaran jiwa yang dekat
dengannya, zina mata
dengan merasakan sedap
memandangnya dan lebih
jauh terjerumus ke zina
badan dengan, saling
bersentuhan,
berpegangan,
berpelukan, berciuman,
dan seterusnya hingga
terjadilah persetubuhan.
Ath-Thabarani dan Al-
Hakim meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Allah
berfirman yang artinya,
‘ Penglihatan (melihat
wanita) itu sebagai panah
iblis yang sangat beracun,
maka siapa mengelakkan
(meninggalkannya)
karena takut pada-Ku,
maka Aku
menggantikannya dengan
iman yang dapat
dirasakan manisnya
dalam hatinya. ”
Ath-Thabarani
meriwayatkan, Nabi saw.
bersabda yang artinya,
“ Awaslah kamu dari
bersendirian dengan
wanita, demi Allah yang
jiwaku di tangan-Nya,
tiada seorang lelaki yang
bersendirian
(bersembunyian) dengan
wanita malainkan
dimasuki oleh setan
antara keduanya. Dan,
seorang yang
berdesakkan dengan babi
yang berlumuran lumpur
yang basi lebih baik
daripada bersentuhan
bahu dengan bahu wanita
yang tidak halal
baginya. ”
15 September jam 15:48 ·
Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Di dalam kitab
Dzamm ul Hawa, Ibnul
Jauzi menyebutkan dari
Abu al-Hasan al-Wa ’ifdz
bahwa dia berkata,
“ Ketika Abu Nashr Habib
al-Najjar al-Wa’idz wafat
di kota Basrah, dia
dimimpikan berwajah
bundar seperti bulan di
malam purnama. Akan
tetapi, ada satu noktah
hitam yang ada
wajahnya. Maka orang
yang melihat noda hitam
itu pun bertanya
kepadanya, ‘Wahai Habib,
mengapa aku melihat ada
noktah hitam berada di
wajah Anda ?’ Dia
menjawab, ‘Pernah pada
suatu ketika aku
melewati kabilah Bani
Abbas. Di sana aku
melihat seorang anak
amrad dan aku
memperhatikannya.
Ketika aku telah
menghadap Tuhanku, Dia
berfirman, ‘Wahai
Habib?’ Aku menjawab,
‘Aku memenuhi
panggilan-Mu ya Allah.’
Allah berfirman,
‘ Lewatlah Kamu di atas
neraka.’ Maka, aku
melewatinya dan aku
ditiup sekali sehingga aku
berkata, ‘Aduh (karena
sakitnya).’ Maka. Dia
memanggilku, ‘Satu kali
tiupan adalah untuk
sekali pandangan.
Seandainya kamu berkali-
kali memandang, pasti
Aku akan menambah
tiupan (api neraka). ”
Hal tersebut sebagai
gambaran bahwa hanya
melihat amrad (anak
muda belia yang
kelihatan tampan) saja
akan mengalami
kesulitan yang sangat
dalam di akhirat kelak.
“ Semalam aku melihat
dua orang yang datang
kepadaku. Lantas mereka
berdua mengajakku
keluar. Maka, aku
berangkat bersama
keduanya. Kemudian
keduanya membawaku
melihat lubang (dapur)
yang sempit atapnya dan
luas bagian bawahnya,
menyala api, dan bila
meluap apinya naik
orang-orang yang di
dalamnya sehingga
hampir keluar. Jika api itu
padam, mereka kembali
ke dasar. Lantas aku
berkata, ‘Apa ini?’ Kedua
orang itu berkata,
‘ Mereka adalah orang-
orang yang telah
melakukan zina. ” (Isi
hadis tersebut kami
ringkas redaksinya. Hadis
di ini diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim).
Di dalam kitab Dzamm ul-
Hawa, Ibnul Jauzi
menyebutkan bahwa Abu
Hurairah r.a. dan Ibn
Abbas r.a., keduanya
berkata, Rasulullah saw.
Berkhotbah, “Barang
siapa yang memiliki
kesempatan untuk
menggauli seorang
wanita atau budak
wanita lantas dia
melakukannya, maka
Allah akan
mengharamkan surga
untuknya dan akan
memasukkan dia ke
dalam neraka. Barang
siapa yang memandang
seorang wanita (yang
tidak halal) baginya,
maka Allah akan
memenuhi kedua
matanya dengan api dan
menyuruhnya untuk
masuk ke dalam neraka.
Barang siapa yang
berjabat tangan dengan
seorang wanita (yang)
haram (baginya) maka di
hari kiamat dia akan
datang dalam keadaan
dibelenggu tangannya di
atas leher, kemudian
diperintahkan untuk
masuk ke dalam neraka.
Dan, barang siapa yang
bersenda gurau dengan
seorang wanita, maka dia
akan ditahan selama
seribu tahun untuk setiap
kata yang diucapkan di
dunia. Sedangkan setiap
wanita yang menuruti
(kemauan) lelaki (yang)
haram (untuknya),
sehingga lelaki itu terus
membarengi dirinya,
mencium, bergaul,
menggoda, dan
bersetubuh dengannya,
maka wanitu itu juga
mendapatkan dosa
seperti yang diterima
oleh lelaki tersebut. ”

Demikian uraian jawaban
kami, wallaahu a ’lam.
15 September jam 15:49 ·
Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Atha’ al-Khurasaniy
berkata, “Sesungguhnya
neraka Jahanam memiliki
tujuh buah pintu. Yang
paling menakutkan,
paling panas, dan paling
bisuk baunya adalah
pintu yang diperuntukkan
bagi para pezina yang
melakukan perbuatan
tersebut setelah
mengetahui hukumnya.”
Dari Ghazwan ibn Jarir,
dari ayahnya bahwa
mereka berbicara kepada
Ali ibn Abi Thalib
mengenai beberapa
perbuatan keji. Lantas Ali
r.a. berkata kepada
mereka, “Apakah kalian
tahu perbuatan zina yang
paling keji di sisi Allah
Jalla Sya ’nuhu?” Mereka
berkata, “Wahai Amir al-
Mukminin, semua bentuk
zina adalah perbuatan
keji di sisi Allah. ” Ali r.a.
berkata, “Akan tetapi,
aku akan
memberitahukan kepada
kalian sebuah bentuk
perbuatan zina yang
paling keji di sisi Allah
Tabaaraka wa Taala,
yaitu seorang hamba
berzina dengan istri
tetangganya yang
muslim. Dengan
demikian, dia telah
menjadi pezina dan
merusak istri seorang
lelaki muslim. ” Kemudian,
Ali r.a. berkata lagi,
“ Sesungguhnya akan
dikirim kepada manusia
sebuah aroma bisuk pada
hari kiamat, sehingga
semua orang yang baik
maupun orang yang
buruk merasa tersiksa
dengan bau tersebut.
Bahkan, aroma itu
melekat di setiap
manusia, sehingga ada
seseorang yang menyeru
untuk memperdengarkan
suaranya kepada semua
manusia, “Apakah kalian
tahu, bau apakah yang
telah menyiksa
penciuman kalian ?”
Mereka menjawab,
“ Demi Allah, kami tidak
mengetahuinya. Hanya
saja yang paling
mengherankan, bau
tersebut sampai kepada
masing-masing orang dari
kita. ” Lantas suara itu
kembali terdengar,
“ Sesungguhnya itu adalah
aroma alat kelamin para
pezina yang menghadap
Allah dengan membawa
dosa zina dan belum
sempat bertobat dari
dosa tersebut. ”
Bukankah banyak
kejadian orang-orang
yang berpacaran dan
bercinta-cinta dengan
orang yang telah
berkeluarga? Jadi,
pacaran tidak hanya
mereka yang masih
bujangan dan gadis,
tetapi dari uisa akil balig
hingga kakek nenek bisa
berbuat seperti yang
diancam oleh hukuman
Allah tersebut di atas.
Hanya saja, yang umum
kelihatan melakukan
pacaran adalah para
remaja.
Namun, bukan berarti
tidak ada solusi dalam
Islam untuk berhubungan
dengan nonmahram.
Dalam Islam hubungan
nonmahram ini
diakomodasi dalam
lembaga perkawinan
melalui sistem khitbah/
lamaran dan pernikahan.
“ Hai golongan pemuda,
siapa di antara kamu
yang mampu untuk
menikah, maka
hendaklah ia menikah,
karena menikah itu lebih
menundukkan
pandangan, dan lebih
memelihara kemaluan.
Tetapi, siapa yang tidak
mampu menikah, maka
hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu dapat
mengurangi
syahwat. ” (HR Bukhari,
Muslim, Abu Daud,
Tirmizi, Nasai, Ibnu
Majah, Ahmad, dan
Darami).
Selain dua hal tersebut di
atas, baik itu dinamakan
hubungan teman,
pergaulan laki
perempuan tanpa
perasaan, ataupun
hubungan profesional,
ataupun pacaran,
ataupun pergaulan guru
dan murid, bahkan
pergaulan antar-
tetangga yang melanggar
aturan di atas adalah
haram, meskipun Islam
tidak mengingkari
adanya rasa suka atau
bahkan cinta. Anda
bahkan diperbolehkan
suka kepada laki-laki
yang bukan mahram,
tetapi Anda diharamkan
mengadakan hubungan
terbuka dengan
nonmahram tanpa
mematuhi aturan di atas.
Maka, hubungan atau
jenis pergaulan yang
Anda sebutkan dalam
pertanyaan Anda adalah
haram. Kalau masih ingin
juga, Anda harus
ditemani kakak laki-laki
ataupun mahram laki-laki
Anda dan Anda harus
berhijab dan berjilbab
agar memenuhi aturan
yang telah ditetapkan
Islam.
Hidup di dunia yang
singkat ini kita siapkan
untuk memperoleh
kemenangan di hari
akhirat kelak. Oleh
karena itu, marilah kita
mulai hidup ini dengan
bersungguh-sungguh dan
jangan bermain-main.
Kita berusaha dan berdoa
mengharap pertolongan
Allah agar diberi
kekuatan untuk
menjalankan perintah
dan meninggalkan
larangan-Nya. Semoga
Allah menolong kita,
amin.
Adapun pertanyaan
berikutnya kami jawab
bahwa cara mengetahui
sifat calon pasangan
adalah bisa tanya secara
langsung dengan
memakai pendamping
(penengah) yang
mahram. Atau, bisa
melalui perantara, baik
itu dari keluarga atau
saudara kita sendiri
ataupun dari orang lain
yang dapat dipercaya.
Hal ini berlaku bagi
kedua belah pihak.
Kemudian, bagi seorang
laki-laki yang menyukai
wanita yang hendak
dinikahinya, sebelum
dilangsungkan
pernikahan, maka
baginya diizinkan untuk
melihat calon
pasangannya untuk
memantapkan hatinya
dan agar tidak kecewa di
kemudian hari.
“ Apabila seseorang
hendak meminang
seorang wanita kemudian
ia dapat melihat sebagian
yang dikiranya dapat
menarik untuk
menikahinya, maka
kerjakanlah.” (HR Abu
Daud).
Hal-hal yang mungkin
dapat dilakukan sebagai
persiapan seorang muslim
apabila hendak
melangsungkan
pernikahan.
1. Memilih calon
pasangan yang tepat.
2. Diproses melalui
musyawarah dengan
orang tua.
3. Melakukan salat
istikharah.
4. Mempersiapkan nafkah
lahir dan batin.
5. Mempelajari petunjuk
agama tentang
pernikahan.
6. Membaca sirah
nabawiyah, khususnya
yang menyangkut rumah
tangga Rasulullah saw.
7. Menyelesaikan
persyaratan administratif
sesui dengan peraturan
daerah tempat tinggal.
8. Melakukan khitbah/
pinangan.
9. Memperbanyak
taqarrub kepada Allah
supaya memperoleh
kelancaran.
10. Mempersiapkan
walimah.

ISTRI HAMIL BOLEHKAH MELAYANI ISTRI.??

Kewajiban istri disana
disebutkan seakan hanya
pelampiasan nafsu
seksualitas.suaminya
saja, kalau suami minta
untuk berhubungan
badan, haruslah ditaati
saat itu, karena itu hak
suami yang terbesar,
dengan mengemukakan
dalil yang memang dalil
tersebut cukup kuat.
Cukup banyak dalil dalam
hadits asshahihah yang
mengecam para istri,
sampai-sampai shalatnya
tidak akan diterima,
malaikat akan marah
sama sang istri sampai
pagi apabila istri tersebut
menolak ajakan suaminya
pada malam hari itu. Kita
tak akan memungkiri
hadits shahih tersebut
(siapa lagi yang
menolaknya?) mungkin
kita lupa, atau pura-pura
dilupakan kali yah. Kalau
hak istimta'(bersenang-
senang itu), bukan hanya
miliknya sang suami saja.
Hak istimta' (jima')
adalah hak tabadul(saling
memiliki, bergantian),
diantara keduanya.
hadits shahih yang mana
Rasulullah mengecam
akan para lelaki yang
sibuk dengan ibadah
semata, dan melupakan
kewajibannya terhadap
keluarganya? Juga
apakah kita lupa akan
sabda Rasulullah kepada
sahabat Abdullah bin
'Amr bin 'Ash,
diriwayatkan dalam kitab
shahih Bukhari :"Wahai
Abdullah, dikhabarkan
kepadaku, bahwasanya
engkau puasa disiang
hari, dan shalat dimalam
hari(tahajjud)? Maka
Abdullah berkata, "Iyah,
benar wahai rasulullah".
Apa tanggapan Rasulullah
saat itu? :"Jangan engkau
lakukan itu, puasalah dan
juga berbukalah,
shalatlah, tapi tidur juga,
karena apa? Karena
tubuh kamu punya hak
atas kamu(untuk
istirahat), mata kamu
juga, istri kamu juga,
tetangga kamu juga(H.R
BUkhari kitab puasa, bab
hak tubuh dalam hal
berpuasa).Dan juga,
apakah kita lupa, hak
tabadul juga, bukan
suami saja yang
mendapatkan pemanasan
dari sang istri sebelum
jima', namun seorang
suami dianjurkan sebelum
menggauli istrinya
mendapatkan ,
almudaa'abah,
mulaamasah, istilah
kerennya (pemanasan)
dulu. Dimain-mainkan
dulu disentuh, dikecup,
Bukankah hal ini untuk
kesenangan sang istri?
Jadi,mendapatkan
kesenangan, bukanlah
semata hak suami saja,
tetapi hak yangtabadul
(saling bergantian).
Sebagaimana sang suami
berhak mendapatkan
kesenangan dalam hal
jima', begitu pulalah
seorang istripun berhak
mendapatkan
kesenangan yang sama.
Bagi sang istri haknya
terhadap suami adalah
nafkah, dan sebaliknya
kewajiban suami adalah
memberikan nafkah, dan
sesuai dengan
kemampuan sang suami,
sebab Allah berfirman
"'alal muusi'I qadaruhu,
wa'alal muqtiri
qadaruhu", bagi yang tak
mampu yang sesuai
dengan
kemampuannyalah, bagi
yang kayapun begitu
juga, jangan miskin
dipaksakan sampai
menghutang sana sini
demi membahagiakan
istri,
korupsi, mencuri demi
memberikan pelayanan
yang terbaik untuk istri,
ini
mah,..salah kaprah. Atau
kaya, tetapi pelit, ini mah
suami keterlaluan.
Sekarang, secara spesifik
mari kita lihat, hak suami
dari istri, alias kewajiban
istri terhadap suaminya
ada tiga kategori. Dan
tiga kategori ini bisa
mencakup
keseluruhannya.
1. Kewajiban istri taat
pada suami. (Lihat Q.S
Annisa ayat 34).
Inilah sebesar-besar hak
suami dari istrinya dan
kewajiban istri terhadap
suaminya. Yakni :"ta'at
kepada suaminya".
Sangat banyak hadits-
hadits shahih yang
mendukung akan hal ini.
Sebenarnya dari yang
satu ini saja sudah
mencakupi keseluruhan
hak-hak suami pada
istrinya.
Dalam Alquran dan
bahasa Arab, ada yang
diistilahkan jami'ul kulum
(satu lafaz yang singkat
mencakup keseluruhan
makna).
Dari kata "ta'at" saja,
sudah mencakup disana
kewajiban sang istri,
bukan hanya sekedar
istim'ta(jima'), tetapi
juga urusan memasak,
mencuci, menggosok,
ngepel dan sebagainya
itu dalam hal urusan RT.
Kenapa? Bagaimana,
kalau sang suami
meminta sang istri
masak, cuci gosok
dirumah, apakah kita
tidak mau, dengan alasan
bukan kewajiban kita,
karena tidak ada
perintah baik dalam
AlQuran maupun
hadits yang mewajibkan
hal itu secara dhahir
(nyata), lafaznya?lantas,
bagaimana dengan
kewajiban utama sang
istri pada suami, yakni
Ta'at(ta'at sepanjang
bukan ma'siat pda Allah
Ta'ala
.kalau itu jawaban sang
istri. Karena tidak adanya
nash sharih akan
kewajiban cuci, masak
ngepel dllnya.Mari sama-
sama kita jawab:
Bagaimana dengan
perintah sang istri wajib
ta'at pada suaminya?
Kalau suami suruh masak
gimana?
Kemudian, coba kita lihat
qaedah Fiqh/ushul
fiqh :"Al 'aadah
muhakkamatun"(Kebiasaan
suatu tempat/daerah
menjadi hukum).
Kembali ke pembicaraan
semula.Sudah menjadi
kebiasaan di dunia ini,
baik di negeri Arab
sendiri ataupun diluar
Arab, bahwa yang
mengerjakan pekerjaan
rumah adalah sang istri.
Bukan suami. Suami
kerjanya mencari nafkah,
ini dah harga mati dari
Allah Ta'ala.
Sebagaimana harga mati
juga, kalau Al qawwamah
(kepemimpinan), berada
di tangan sang suami.
Kalau Al qawwamah
berada ditangan istri,
maka terbaliklah dunia.
Atas jadi bawah, bawah
jadi atas. Sang suami pula
yang disuruh masak, cuci
ngepel, dimana lagi letak
kepemimpinan suami
kalau begitu. Apakah
dengan alasan, bahwa
kewajiban sang suami
menyediakan makan,
pakaian, tempat tinggal,
jadi sang istri tinggal
terima beres. Makanan
yang diberikan sudah jadi
begitu? Enak banget. Itu
namanya sang istri
pemimpin, ia yang jadi
Raja kalau begitu.
Ohh..alasannya katanya
kan makanan kewajiban
suami terhadap istri.
nah dengan hal tersebut
suami harus menyadari,
letihnya istri yang
mengandung. kan tidak
harus jima, bisa juga istri
memainkan dengan
tangannya kemaluan
suami.jadi saling
mengertilah kalau
istrinya letih.
wallohu'alam

ADA GAK SIH PACARAN DALAM ISLAM.??

Istilah pacaran tidak bisa
lepas dari remaja, karena
salah satu ciri
remaja yang menonjol
adalah rasa senang
kepada lawan jenis
disertai
keinginan untuk memiliki.
Pada masa ini, seorang
remaja biasanya
mulai "naksir" lawan
jenisnya. Lalu ia berupaya
melakukan pendekatan
untuk mendapatkan
kesempatan
mengungkapkan isi
hatinya. Setelah
pendekatannya berhasil
dan gayung bersambut,
lalu keduanya mulai
berpacaran.
Pacaran dapat diartikan
bermacam-macam, tetapi
intinya adalah
jalinan cinta antara
seorang remaja dengan
lawan jenisnya. Praktik
pacaran juga bermacam-
macam, ada yang sekedar
berkirim surat,
telepon, menjemput,
mengantar atau
menemani pergi ke suatu
tempat,
apel, sampai ada yang
layaknya pasangan suami
istri.
Di kalangan remaja
sekarang ini, pacaran
menjadi identitas yang
sangat dibanggakan.
Biasanya seorang remaja
akan bangga dan percaya
diri jika sudah memiliki
pacar. Sebaliknya remaja
yang belum
memiliki pacar dianggap
kurang gaul. Karena itu,
mencari pacar di
kalangan remaja tidak
saja menjadi kebutuhan
biologis tetapi juga
menjadi kebutuhan
sosiologis. Maka tidak
heran, kalau sekarang
mayoritas remaja sudah
memiliki teman spesial
yang disebut "pacar".
Lalu bagaimana pacaran
dalam pandangan
Islam???
Istilah pacaran
sebenarnya tidak dikenal
dalam Islam. Untuk istilah
hubungan percintaan
antara laki-laki dan
perempuan pranikah,
Islam
mengenalkan istilah
"khitbah (meminang".
Ketika seorang laki-laki
menyukai seorang
perempuan, maka ia
harus mengkhitbahnya
dengan
maksud akan
menikahinya pada waktu
dekat. Selama masa
khitbah,
keduanya harus menjaga
agar jangan sampai
melanggar aturan-aturan
yang telah ditetapkan
oleh Islam, seperti
berduaan,
memperbincangkan
aurat, menyentuh,
mencium, memandang
dengan nafsu, dan
melakukan
selayaknya suami istri.
Ada perbedaan yang
mencolok antara pacaran
dengan khitbah. Pacaran
tidak berkaitan dengan
perencanaan pernikahan,
sedangkan khitbah
merupakan tahapan
untuk menuju
pernikahan. Persamaan
keduanya merupakan
hubungan percintaan
antara dua insan
berlainan jenis yang tidak
dalam ikatan
perkawinan.
Dari sisi persamaannya,
sebenarnya hampir tidak
ada perbedaan antara
pacaran dan khitbah.
Keduanya akan terkait
dengan bagaimana orang
mempraktikkannya. Jika
selama masa khitbah,
pergaulan antara laki-
laki dan perempuan
melanggar batas-batas
yang telah ditentukan
Islam, maka itu pun
haram. Demikian juga
pacaran, jika orang
dalam
berpacarannya
melakukan hal-hal yang
dilarang oleh Islam, maka
hal
itu haram.Jika seseorang
menyatakan cinta pada
lawan jenisnya yang tidak
dimaksudkan untuk
menikahinya saat itu
atau dalam waktu dekat,
apakah hukumnya
haram? Tentu tidak,
karena rasa cinta adalah
fitrah
yang diberikan allah,
sebagaimana dalam
firman-Nya berikut:
Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung
dan merasa tenteram
kepadanya, dan
dijadikan-Nya di
antaramu rasa
kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang
demikan itu benar-benar
terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.
(QS. Ar-Rum: 21)
Allah telah menjadikan
rasa cinta dalam diri
manusia baik pada laki-
laki maupun perempuan.
Dengan adanya rasa
cinta, manusia bisa hidup
berpasang-pasangan.
Adanya pernikahan tentu
harus didahului rasa
cinta. Seandainya tidak
ada cinta, pasti tidak ada
orang yang mau
membangun rumah
tangga. Seperti halnya
hewan, mereka memiliki
instink seksualitas tetapi
tidak memiliki rasa cinta,
sehingga
setiap kali bisa berganti
pasangan. Hewan tidak
membangun rumah
tangga.
Menyatakan cinta
sebagai kejujuran hati
tidak bertentangan
dengan
syariat Islam. Karena
tidak ada satu pun ayat
atau hadis yang
secara eksplisit atau
implisit melarangnya.
Islam hanya memberikan
batasan-batasan antara
yang boleh dan yang
tidak boleh dalam
hubungan laki-laki dan
perempuan yang bukan
suami istri.
Di antara batasan-
batasan tersebut ialah:
1. Tidak melakukan
perbuatan yang dapat
mengarahkan kepada
zina
Allah SWT berfirman,
"Dan janganlah kamu
mendekati zina:
sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu
jalan yang buruk." (QS.
Al-Isra: 32) Maksud ayat
ini, janganlah kamu
melakukan perbuatan-
perbuatan yang bisa
menjerumuskan kamu
pada
perbuatan zina. Di antara
perbuatan tersebut
seperti berdua-duaan
dengan lawan jenis
ditempat yang sepi,
bersentuhan termasuk
bergandengan tangan,
berciuman, dan lain
sebagainya.
2. Tidak menyentuh
perempuan yang bukan
mahramnya
Rasulullah SAW bersabda,
"Lebih baik memegang
besi yang panas
daripada memegang atau
meraba perempuan yang
bukan istrinya (kalau
ia tahu akan berat
siksaannya). "
3. Tidak berduaan dengan
lawan jenis yang bukan
mahramnya
Dilarang laki dan
perempuan yang bukan
mahramnya untuk
berdua-duan.
Nabi SAW bersabda,
"Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari
akhir,
maka jangan sekali-kali
dia bersendirian dengan
seorang perempuan
yang tidak mahramnya,
karena ketiganya adalah
setan." (HR. Ahmad)
4. Harus menjaga mata
atau pandangan
Sebab mata kuncinya
hati. Dan pandangan itu
pengutus fitnah yang
sering membawa kepada
perbuatan zina. Oleh
karena itu Allah
berfirman, "Katakanlah
kepada laki-laki mukmin
hendaklah mereka
memalingkan pandangan
(dari yang haram) dan
menjaga kehormatan
mereka.....Dan
katakanlah kepada kaum
wanita hendaklah
mereka
meredupkan mata
mereka dari yang haram
dan menjaga kehormatan
mereka..." (QS. An-Nur:
30-31)
Yang dimaksudkan
menundukkan pandangan
yaitu menjaga
pandangan,
tidak melepaskan
pandangan begitu saja
apalagi memandangi
lawan
jenis penuh dengan
gelora nafsu.
5. Menutup aurat
Diwajibkan kepada kaum
wanita untuk menjaga
aurat dan dilarang
memakai pakaian yang
mempertontonkan
bentuk tubuhnya, kecuali
untuk suaminya. Dalam
hadis dikatakan bahwa
wanita yang keluar
rumah
dengan berpakaian yang
mempertontonkan lekuk
tubuh, memakai minyak
wangi yang baunya
semerbak, memakai
"make up" dan
sebagainya setiap
langkahnya dikutuk oleh
para Malaikat, dan setiap
laki-laki yang
memandangnya sama
dengan berzina
dengannya. Di hari
kiamat nanti perempuan
seperti itu tidak akan
mencium baunya surga
(apa lagi masuk surga)
Selagi batasan di atas
tidak dilanggar, maka
pacaran hukumnya boleh.
Tetapi persoalannya
mungkinkah pacaran
tanpa berpandang-
pandanga n,berpegangan,
bercanda ria, berciuman,
dan lain sebagainya.
Kalau
mungkin silakan
berpacaran, tetapi kalau
tidak mungkin maka
jangan
sekali-kali berpacaran
karena azab yang pedih
siap menanti Anda.
Wassallamu`allaikumsallam
wr wb

Minggu, 26 Desember 2010

SAHKAH MENCERAI ISTRI LEWAT SMS.??

Cerai SMS Termasuk
Cerai Kinayah Cerai
kinayah dalam bahasa
Arab disebut al-thalaq al-
kinâyat, yaitu cerai yang
dilakukan suami dengan
menggunakan lafal yang
mengandung arti tidak
sebenarnya. Ulama Saudi
menggolongkan lafal
cerai dari seorang suami
melalui alat komunikasi
elektronik ke dalam cerai
kinayah. Fenomena ini
mengundang kontroversi
baru, karena lafal cerai
disampaikan melalui SMS,
e-mail, dan chatting.
Terkait hal ini Anggota
Majma' Al-Fiqh Al-Islami
Saudi Syekh Dr.
Muhammad Al-Najimi
mengatakan, "Lembaga
Majma' Al-Fiqh Al-Islami
berpendapat, bahwa
cerai melalui alat
komunikasi elektronik ini
tidak sah, karena bisa
jadi yang melakukan SMS,
mengirim e-mail atau
chatting adalah orang
yang cuma mengaku
sebagai suami." Syekh Al-
Najimi menjelaskan,
"Cerai tipe ini tergolong
dalam thalaq al-kinayat
(cerai metomini). Pada
dasarnya, cerai kinayah
dilafalkan dengan
kalimat yang tidak
menunjukkan arti zahir
dari kalimat tersebut.
Dalam masalah ini,
Mahkamah Syariahlah
yang berhak memutuskan
sahnya cerai atau tidak.
Sedangkan diluar
keputusan Mahkamah
Syariah, maka cerai
kinayah tidak sah."
Lemahnya Kepribadian
Membaca fenomena yang
tersebar di masyarakat
Saudi terkait cerai
melalui hand phone,
seorang Peneliti Sosial
Saudi Mahmud Al-Zahrani
mengatakan, "Cerai
melalui SMS dan
berbicara via telpon
menunjukkan lemahnya
kepribadian sang suami.
Ini menunjukkan bahwa si
suami tidak berani
berhadapan langsung
dengan istrinya."
Al-Zahrani menekankan
pentingnya untuk
memerangi fenomena ini,
dan melakukan berbagai
aksi preventif agar tidak
terulang kambali. Al-
Zahrani juga menyeru
pemuda muslim untuk
menjaga kesucian
hubungan suami istri. Ia
mengatakan, "Cerai
menggunakan sarana
komunikasi moderen
mengurangi kesucian
hubungan suami istri ini."

UANG HASIL SAYA, SAYA NAFKAHKAN UNTUK ORANG TUA TANPA SEPENGETAHUAN SUAMI

”Dari Zainab isteri
Abdullah bin Mas’ud
dalam mendekati
haditsnya yang telah lalu;
dalam riwayat ini ia
(Zainab ra) berkata, “
Saya berangkat kepada
Nabi SAW, saya
mendapatkan wanita
Anshar di pintu yang
mana keperluannya
seperti keperluanku, Bilal
lewat di muka kami, lalu
kami berkata, ”Apakah
cukup dariku dengan
memberi nafkah atas
suami (pasangan) dan
anak-anak yatim dalam
rumahku (kamarku) ? ”
Maka Bilal
menanyakannya pada
beliau, lalu beliau
bersabda, ” Ya, ia
mendapat dua pahala,
yakni pahala kerabat dan
pahala sedekah ” (HR
Bukhari).memang yang
terbaik bicarakan dulu
sama suami untuk
memberi nafkah pada
orang tua. karna orang
tua yang tak mampu
adalah kewajiban anak
memberi nafkah.
wallohu'alam