Selasa, 28 Desember 2010

APA HUKUM MENIKAH DENGAN LELAKI YANG DI OPERASI MENJADI WANITA.??

Ibnu ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma
berkata:
“ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai
laki-laki. ” (HR. Al-Bukhari
no. 5885, 6834)
Ath-Thabari rahimahullah
memaknai sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas dengan
ucapan: “Tidak boleh
laki-laki menyerupai
wanita dalam hal pakaian
dan perhiasan yang
khusus bagi wanita. Dan
tidak boleh pula
sebaliknya (wanita
menyerupai laki-laki).”
Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah
menambahkan:
“ Demikian pula meniru
cara bicara dan berjalan.
Adapun dalam
penampilan/ bentuk
pakaian maka ini
berbeda-beda dengan
adanya perbedaan adat
kebiasaan pada setiap
negeri. Karena terkadang
suatu kaum tidak
membedakan model
pakaian laki-laki dengan
model pakaian wanita
(sama saja), akan tetapi
untuk wanita ditambah
dengan hijab. Pencelaan
terhadap laki-laki atau
wanita yang menyerupai
lawan jenisnya dalam
berbicara dan berjalan
ini, khusus bagi yang
sengaja. Sementara bila
hal itu merupakan asal
penciptaannya maka ia
diperintahkan untuk
memaksa dirinya agar
meninggalkan hal
tersebut secara
berangsur-angsur. Bila
hal ini tidak ia lakukan
bahkan ia terus
tasyabbuh dengan lawan
jenis, maka ia masuk
dalam celaan, terlebih
lagi bila tampak pada
dirinya perkara yang
menunjukkan ia ridla
dengan keadaannya yang
demikian. ” Al-Hafidz
rahimahullah
mengomentari pendapat
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah yang
menyatakan mukhannats
yang memang tabiat/ asal
penciptaannya demikian,
maka celaan tidak
ditujukan terhadapnya,
maka kata Al-Hafidz
rahimahullah, hal ini
ditujukan kepada
mukhannats yang tidak
mampu lagi
meninggalkan sikap
kewanita-wanitaannya
dalam berjalan dan
berbicara setelah ia
berusaha menyembuhkan
kelainannya tersebut dan
berupaya
meninggalkannya. Namun
bila memungkinkan
baginya untuk
meninggalkan sifat
tersebut walaupun secara
berangsur-angsur, tapi ia
memang enggan untuk
meninggalkannya tanpa
ada udzur, maka ia
terkena celaan.” (Fathul
Bari, 10/345)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah memang
menyatakan: “Ulama
berkata, mukhannats itu
ada dua macam.
Pertama: hal itu memang
sifat asal/ pembawaannya
bukan ia bersengaja lagi
memberat-beratkan
dirinya untuk bertabiat
dengan tabiat wanita,
bersengaja memakai
pakaian wanita,
berbicara seperti wanita
serta melakukan gerak-
gerik wanita. Namun hal
itu merupakan
pembawaannya yang
Allah Subhanahu wa
Ta ’ala memang
menciptakannya seperti
itu. Mukhannats yang
seperti ini tidaklah dicela
dan dicerca bahkan tidak
ada dosa serta hukuman
baginya karena ia diberi
udzur disebabkan hal itu
bukan kesengajaannya.
Karena itulah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada awalnya
tidak mengingkari
masuknya mukhannats
menemui para wanita
dan tidak pula
mengingkari sifatnya
yang memang asal
penciptaan/
pembawaannya demikian.
Yang beliau ingkari
setelah itu hanyalah
karena mukhannats ini
ternyata mengetahui
sifat-sifat wanita
(gambaran lekuk-lekuk
tubuh wanita) dan beliau
tidak mengingkari sifat
pembawaannya serta
keberadaannya sebagai
mukhannats.
Kedua: mukhannats yang
sifat kewanita-
wanitaannya bukan asal
penciptaannya bahkan ia
menjadikan dirinya
seperti wanita, mengikuti
gerak-gerik dan
penampilan wanita
seperti berbicara seperti
mereka dan berpakaian
dengan pakaian mereka.
Mukhannats seperti
inilah yang tercela di
mana disebutkan laknat
terhadap mereka di
dalam hadits-hadits yang
shahih.
Adapun mukhannats jenis
pertama tidaklah
terlaknat karena
seandainya ia terlaknat
niscaya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak
membiarkannya pada kali
yang pertama, wallahu
a ’lam.” (Syarah Shahih
Muslim, 14/164)
Namun seperti yang
dikatakan Al-Hafidz
rahimahullah,
mukhannats jenis
pertama tidaklah masuk
dalam celaan dan laknat,
apabila ia telah berusaha
meninggalkan sifat
kewanita-wanitaannya
dan tidak menyengaja
untuk terus membiarkan
sifat itu ada pada dirinya.
Dalam Sunan Abu Dawud
dibawakan hadits dari
Abu Hurairah radhiallahu
‘ anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang
memakai pakaian wanita
dan wanita yang
memakai pakaian laki-
laki. ” (HR. Abu Dawud no.
3575. Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah berkata:
Hadits ini hasan dengan
syarat Muslim).
Asy-Syaikh Muqbil
rahimahullah dalam kitab
Al-Jami’ush Shahih (3/92)
menempatkan hadits ini
dalam kitab An-Nikah
wath Thalaq, bab
Tahrimu Tasyabbuhin
Nisa ’ bir Rijal (Haramnya
Wanita Menyerupai Laki-
Laki), dan beliau
membawakannya kembali
dalam kitab Al-Libas, bab
Tahrimu Tasyabbuhir Rijal
bin Nisa ’ wa Tasyabbuhin
Nisa’ bir Rijal (Haramnya
Laki-Laki Menyerupai
Wanita dan Wanita
Menyerupai Laki-Laki)
(4/314).
Dalam masalah laki-laki
menyerupai wanita ini,
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah
mengatakan: “Allah
Subhanahu wa Ta’ala
menciptakan laki-laki dan
perempuan di mana
masing-masingnya Dia
berikan keistimewaan.
Laki-laki berbeda dengan
wanita dalam penciptaan,
watak, kekuatan, agama
dan selainnya. Wanita
demikian pula berbeda
dengan laki-laki. Siapa
yang berusaha
menjadikan laki-laki
seperti wanita atau
wanita seperti laki-laki,
berarti ia telah
menentang Allah dalam
qudrah dan syariat-Nya,
karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala memiliki
hikmah dalam apa yang
diciptakan dan
disyariatkan-Nya. Karena
inilah terdapat nash-nash
yang berisi ancaman
keras berupa laknat,
yang berarti diusir dan
dijauhkan dari rahmat
Allah, bagi laki-laki yang
menyerupai (tasyabbuh)
dengan wanita atau
wanita yang tasyabbuh
dengan laki-laki. Maka
siapa di antara laki-laki
yang tasyabbuh dengan
wanita, berarti ia
terlaknat melalui lisan
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Demikian pula
sebaliknya ….” (Syarah
Riyadhish Shalihin, 4/288)
08 September jam 19:39 · Suka ·
Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam Dan hikmah
dilaknatnya laki-laki yang
tasyabbuh dengan wanita
dan sebaliknya, wanita
tasyabbuh dengan laki-
laki, adalah karena
mereka keluar/
menyimpang dari sifat
yang telah Allah
Subhanahu wa Ta ’ala
tetapkan untuk mereka.
(Fathul Bari, 10/345-346)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah berkata:
“ Apabila seorang laki-laki
tasyabbuh dengan wanita
dalam berpakaian,
terlebih lagi bila pakaian
itu diharamkan seperti
sutera dan emas, atau ia
tasyabbuh dengan wanita
dalam berbicara sehingga
ia berbicara bukan
dengan gaya/ cara
seorang lelaki (bahkan)
seakan-akan yang
berbicara adalah seorang
wanita, atau ia tasyabbuh
dengan wanita dalam
cara berjalannya atau
perkara lainnya yang
merupakan kekhususan
wanita, maka laki-laki
seperti ini terlaknat
melalui lisan makhluk
termulia (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa
sallam, pen.). Dan kita
pun melaknat orang yang
dilaknat oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (Syarah
Riyadhish Shalihin, 4/288)
Perbuatan menyerupai
lawan jenis secara
sengaja haram hukumnya
dengan kesepakatan
yang ada (Fathul Bari,
9/406) dan termasuk dosa
besar, karena Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullahu dan
selainnya mengatakan:
“ Dosa besar adalah
semua perbuatan maksiat
yang ditetapkan hukum
had-nya di dunia atau
diberikan ancaman di
akhirat. ” Syaikhul Islam
menambahkan: “Atau
disebutkan ancaman
berupa ditiadakannya
keimanan (bagi
pelakunya), laknat9, atau
semisalnya. ” (Mukhtashar
Kitab Al-Kabair, Al-Imam
Adz-Dzahabi, hal. 7)
Al-Imam Adz-Dzahabi
rahimahullahu
memasukkan perbuatan
ini sebagai salah satu
perbuatan dosa besar
dalam kitab beliau yang
masyhur Al-Kabair, hal.
145.
Adapun sanksi/hukuman
yang diberikan kepada
pelaku perbuatan ini
adalah sebagaimana
disebutkan dalam hadits
berikut:
“ Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melaknat laki-
laki yang menyerupai
wanita (mukhannats) dan
wanita yang menyerupai
laki-laki (mutarajjilah10).
Dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda: “Keluarkan
mereka (usir) dari rumah-
rumah kalian ”. Ibnu
Abbas berkata: “Maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pun
mengeluarkan Fulan
(seorang mukhannats)
dan Umar mengeluarkan
Fulanah (seorang
mutarajjilah). ” (HR. Al-
Bukhari no. 5886)
Hadits ini menunjukkan
disyariatkannya mengusir
setiap orang yang akan
menimbulkan gangguan
terhadap manusia dari
tempatnya sampai dia
mau kembali dengan
meninggalkan perbuatan
tersebut atau mau
bertaubat. (Fathul Bari,
10/347)
Mereka harus diusir dari
rumah-rumah dan daerah
kalian, kata Al-Qari.
(‘ Aunul Ma’bud, 13/189)
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu
menyatakan: Ulama
berkata: “Dikeluarkan
dan diusirnya
mukhannats ada tiga
makna:
Salah satunya,
sebagaimana tersebut
dalam hadits yaitu
mukhannats ini disangka
termasuk laki-laki yang
tidak punya syahwat
terhadap wanita tapi
ternyata ia punya
syahwat namun
menyembunyikannya.
Kedua: ia
menggambarkan wanita,
keindahan-keindahan
mereka dan aurat
mereka di hadapan laki-
laki sementara Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah melarang
seorang wanita
menggambarkan
keindahan wanita lain di
hadapan suaminya, lalu
bagaimana bila hal itu
dilakukan seorang lelaki
di hadapan lelaki?
Ketiga: tampak bagi
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wa sallam dari
mukhannats ini bahwa
dia mencermati
(memperhatikan dengan
seksama) tubuh dan
aurat wanita dengan apa
yang tidak dicermati oleh
kebanyakan wanita.
Terlebih lagi disebutkan
dalam hadits selain
riwayat Muslim bahwa si
mukhannats ini
mensifatkan/
menggambarkan wanita
dengan detail sampai-
sampai ia
menggambarkan
kemaluan wanita dan
sekitarnya, wallahu
a’lam.” (Syarah Shahih
Muslim, 14/164)
Bila penyerupaan
tersebut belum sampai
pada tingkatan
perbuatan keji yang
besar seperti si
mukhannats berbuat
mesum (liwath/homoseks)
dengan sesama lelaki
sehingga lelaki itu
‘ mendatanginya’ pada
duburnya atau si
mutarajjilah berbuat
mesum (lesbi) dengan
sesama wanita sehingga
keduanya saling
menggosokkan
kemaluannya, maka
mereka hanya
mendapatkan laknat dan
diusir seperti yang
tersebut dalam hadits di
atas. Namun bila sampai
pada tingkatan demikian,
mereka tidak hanya
pantas mendapatkan
laknat tapi juga hukuman
yang setimpal11.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk
mengeluarkan
mukhannats dari rumah-
rumah kaum muslimin
agar perbuatan
tasyabbuhnya (dengan
wanita) itu tidak
mengantarkannya untuk
melakukan perbuatan
yang mungkar tersebut
(melakukan homoseks)12.
Demikian dikatakan Ibnu
At-Tin rahimahullahu
seperti dinukil Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al-Asqalani
rahimahullahu (Fathul
Bari, 10/345).
jadi nikahnya tak sah,
antara laki2 dengan laki2
yang merubah
kelaminnya. wallohu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar